Jumat, 27 April 2012

10 Film Klasik Hitam Putih Paling Berkesan (Bagian 1) *1 Special Mention

1. Tamu Agung (Usmar Ismail, 1955)


Salah satu film komedi situasi terbaik dalam sejarah perfilman Indonesia. Judul "Tamu Agung" menjadi sebuah bahan utama dalam cerita film ini, dimana film ini mengisahkan tentang sebuah kebohongan dan tipu-tipu yang disajikan jenaka, kocak, dan tentu cerdas. Sang "Tamu Agung" diperankan sangat bagus oleh M. Pandji Anom. Film komedi terbaik Festival Film Asia 1956.

2. Petir Sepandjang Malam (S Waldy & Sjarieffudin, 1967)

Film ini termasuk kedalam film yang bergenre thriller yang saat itu belum awam.  Meraih penghargaan FFI untuk Musik Terbaik (Idris Sardi) dan Pemeran Pembantu Wanita Terbaik (Marlia Hardy). Banyak pula ditemukan adegan dan jalan cerita yang cenderung mistis dan horor, ada pula adegan-adegan yang menegangkan.

3. Pedjuang (Usmar Ismail, 1960)




Bambang Hermanto menjadi aktor terbaik di Moskow International Film Festival melalui film ini, sebuah  karya Usmar Ismail. Film yang mengisahkan tentang kehidupan seorang pejuang di masa kemerdekaan setelah 1945, beserta dengan kompleksitas konflik dan intrik yang memiliki kesan mendalam dan tragis.


4. Tiga Dara (Usmar Ismail, 1956)



Merupakan salah satu film yang paling berkesan sepanjang masa, dengan penampilan ketiga aktris legendaris dan karya sang maestro, Usmar Ismail. Menang untuk Musik Terbaik FFI 1960. Pelopor film musikal, dan potret remaja era 50-an.

5. Asrama Dara (Usmar Ismail, 1958)



FFI 1960 untuk Penyuntingan Terbaik, Pemain Harapan Terbaik, Pemain Cilik Terbaik pada Festival Film Asia 1960 untuk Suzanna. Film pertama Suzanna, bergenre drama musikal, dan menghadirkan problem para remaja putri dalam satu asrama, yang memiliki problem masing-masing, mengalir dengan wajar. Tidak cengeng, melainkan dibalut dengan jenaka. Kompleks namun tidak rumit untuk dicerna sekaligus menghibur. Dimainkan pas oleh deretan aktris berbakat, Fifi Young, Chitra Dewi, Aminah Tjendrakasih, Suzanna, dan lain-lain. Film ini juga menjadi contoh kehidupan remaja era 50-an. Berbalut komedi, tapi sarat dengan pesan.


6. Darah dan Doa / The Long March (Usmar Ismail, 1950)



Dianggap kritikus sebagai tonggak awal perfilman nasional, dan pengambilan pertama film ini, pada 30 maret 1950, ditetapkan sebagai hari film nasional. Konflik dan intrik di masa revolusi adalah inti cerita dari salah satu film 'terpenting' ini.

7. Tarmina (Lilik Sudjio, 1954)



Menampilkan permainan akting yang gemilang dari aktris watak Fifi Young. Mengisahkan tentang jalan hidup seorang wanita bernama Tarmina, yang licik dan berpikir hanya hidup enak, menyiakan-nyiakan rumah tangga dan keluarganya, yang akhirnya membuat dia sengsara dan kehilangan arah. Berkat akting yang bagus, Fifi Young mendapat unggulan Pemeran Utama Wanita Terbaik pada FFI untuk pertama kali. Selain itu, Lilik Sudjio sebagai sutradara juga meraih predikat sutradara terbaik, pemeran pembantu wanita terbaik untuk Endang Kusdiningsih, dan unggulan untuk pemeran utama pria, A Hadi.


8. Enam Djam di Djogdja (Usmar Ismail, 1951)



Saat itu, semangat heroik dan patrotik masih membara di benak masyarakat. Begitu juga dengan para sineas, salah satunya maestro Usmar Ismail yang membuat film epik Enam Djam di Djogdja. Jalan cerita film ini disajikan dari sudut pandang rakyat atau tentara yang berpangkat rendah. Usmar Ismail berhasil menciptakan peristiwa nyata Serangan Umum 1 Maret 1949 dengan cara fiktif, dan lebih menonjolkan kehidupan rakayat yang berotong royong dengan tentara dan pemerintah saat itu. Dengan ensemble cast yang banyak, semua pemain berporsi sama, karena yang menjadi fokus memang penyajian cerita fijktif peristiwa nyata tersebut.

9. Krisis (Usmar Ismail, 1953)


Satu lagi satir cerdas dari seorang Usmar Ismail, Krisis. 'Krisis' dimaksudkan sebagai penggambaran banyaknya masalah yang mendera karakter-karakter dalam film ini. Selain itu, 'krisis' juga menggambarkan keadaan Perfini, pimpinan Usmar Ismail, yang juga mengalami krisis. Ensemble cast terdiri dari aktor-aktris yang tenar di masa itu, seperti Tina Melinda dan Aedy Moward. Termasuk film yang menuai sukses dan diterima penonton.

10. Lewat Djam Malam (Usmar Ismail, 1954)



Mendapatkan banyak penghargaan di Festival Film Indonesia yang pertama, tahun 1955, unggulan Festival Film Asia 1955, dan tayang di Cannes Classics tahun ini setelah di restorasi. Bercerita tentang kehidupan veteran pejuang yang dibalut dengan kritik sosial yang tajam, seperti revolusi menciptkan korupsi dan konspirasi, masalah status sosial, tatanan sosial semata-mata ditentukan oleh kaya dan mobiltas, borjuis sosial dan kehidupan kelas pekerja. Salah satu karya terbaik Usmar Ismail.

11. Dibalik Tjahaja Gemerlapan (Misbach Jusa Biran, 1966)


Mengangkat tema tentang kehidupan dibalik para seniman panggung pertunjukan dan suka duka mereka. Mendapat penghargaan FFI 1967 untuk sutradara terbaik, Misbach Jusa Biran, pemeran utama pria untuk Soekarno M Noor, dan pemeran pembantu pria, Atmonadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar