Senin, 14 Mei 2012

Best Of Mochtar Soemodimedjo (1941-2012)




MOCHTAR SOEMODIMEDJO
(1941-2012)
Sutradara dan Penulis Skenario


"Mencari keseimbangan peran Saidjah dan Adinda dengan Max Havelaar. Soalnya di Indonesia 'kan lebih terkenal Saidjah dan Adinda"
 

1. THE NIGHT FLIGHT (1968)

2. PAPARACIO (1971)

3. HUTAN TANTANGAN (1971)

 
Film debut Mochtar Soemodimedjo sebagai sutradara. Karya pertamanya ini berjenis drama, dan lebih ke semi dokumenter, atau film penyuluhan tentang hutan. Cukup unik, karena jarang film kita yang mengangkat tema tentang hutan. Selain bergaris besar tentang hutan dari penebangan hingga pencurian kayu, diselingi juga kisah cinta para aktivis hutan.
Diperankan Adjeng Tanjung, Bambang Susapto, Judy Soebroto.

4. SERULING SENJA (1974)

Di tahun 1974, Mochtar juga membuat film drama pop dengan menampilkan penyanyi yang sedang top, Titiek Sandhora. Sebenarnya tidak ada yang istimewa, bertemakan cinta dengan bumbu salah paham dan cemburu, hubungan orangtua dan anak serta hitam putih para tokohnya. Cuma yang agak menjadi nilai tambah, adalah permainan akting dari Aedy Moward, dan kecintaan pada musik. Penghargaan PWI 1975 untuk Aktor Terbaik Runner Up III, untuk Aedy Moward.

Inilah film pertama Mochtar Soemodimedjo yang lolos nominasi Festival Film Indonesia, dengan meraih 2 nominasi untuk pemeran utama wanita (Tutie Kirana), pemeran pembantu wanita (Erni Tanjung) dan mendapat penghargaan khusus Piala MMPI FFI 1979 untuk film yang berhasil melukiskan penderitaan rakyat di bawah kolonialisme, yaitu tema sejarah yang berasas edukatif. Film ini diangkat dari sebuah kisah nyata rakyat Deli dan merupakan pemenang sayembara penulisan cerita di Sumatera Utara. Bekerjasama dengan Pemda Sumatera Utara untuk penggarapan film ini, dan berlatar di daerah perkebunan tembakau di Deli pada masa penjajahan. Ceritanya cukup bagus dan penggarapannya juga baik.


8. SEKUNTUM MAWAR PUTIH (1981)
 
Drama keluarga yang cukup kompleks ceritanya, berlatar trauma pada cinta dan cinta sejati yang tumbuh dari rasa iba. Dimainkan aktor sekelas Deddy Sutomo, Chitra Dewi yang antagaonis, Rima Melati dan Ricca Rachim. Meraih nominasi Piala Citra FFI 1982 untuk Tata Musik, Idris Sardi.

9. KERETA API TERAKHIR (1981)



Film ini mungkin film Mochtar Soemodimedjo yang paling diingat. Berlatar di masa perjuangan setelah gagalnya Perjanjian Linggarjati, dan diselingi dengan kisah romansa dan patriotik, dan perjalanan kereta api terakhir dengan segala hambatannya seperti penumpang kereta yang padat, serangan penjajah, dll. Didukung kumpulan pemeran berkualitas seperti Deddy Sutomo, Sofia WD, Marlia Hardi, Bangun Sugito, dan tentunya memiliki cerita yang bagus, epik, dan inspiratif. Film Pilihan FFI 1984.

* Special Mention 

10. MAX HAVELAAR (SAIJAH DAN ADINDA) (1975)




Dalam film ini, Mochtar bertindak sebagai asisten sutradara mendampingi sutradara Fons Rademaker.  Diadaptasi dari buku Max Havelaar, karya Multatuli, dan film disajikan secara sorot balik. Cukup mengundang kontroversial, karena ada adegan khotbah di gereja, dan tertahan di Badan Sensor selama sepuluh tahun. HB Jassin menerjemahkan novel aslinya ke bahasa Indonesia, dan diperankan oleh para pemain asing dan pemain lokal seperti Rima Melati, Roldiah Matulessy, dan Maruli Sitompul. 

Mochtar Soemodimedjo berperan besar dalam memperjuangkan film ini agar dapat dirilis dan lulus sensor di lembaga sensor. Mochtar lebih menampilkan sisi Saidjah dan Adinda daripada Max Havelaar, yang tentunya Saidjah dan Adinda lebih "Indonesia", Mochtar menampilkan bagaimana Adinda setiap bulan purnama menunggu Saidjah. Romeo Juliet versi Indonesia, begitu menurut Mochtar. Lalu yang penting, Mochtar membuat adegan perlawanan rakyat Banten dalam bentuk kilas balik. Adegan tambahan versi Mochtar ini, bisa juga masuk ke BSF untuk melengkapi film yang sudah ada. Mendapat tentangan keras di tanah air, film ini menjadi perbincangan di berbagai negara. Di lima kota besar (Los Angeles, San Fransisco, Hong Kong, Johannesburg, dan Teheran) mendapatkan penghargaan. Rima Melati pun sempat mewakili film ini menerima hadiah di Teheran. Tahun 1978, film ini dipuji PBB sebagai film terbaik yang dibuat negara ketiga. Ini semua tak terlepas dari peranan besar Mochtar Soemodimedjo.



Mochtar Soemodimedjo saat menerima penghargaan Lifetime Achievement FFI 2006


1 komentar:

  1. hebat pak , kalu bisa buat film tentang sejarah tembakau deli pak pas ti bisa mendunia tuh film....www. cintaperkebunan.blogspot.com

    BalasHapus