Selasa, 26 Juni 2012

Sineas: 'PENATA KAMERA FILM KLASIK'


1. AKIN


 
Akin atau Andy Sadikin (Tjhan Kok Kin) adalah sineas legenda Indonesia. Namanya tercatat sebagai salah satu pelopor Penata Sinematografi Indonesia. Mulai tercatat di credit title sebagai penata kamera di tahun 1955 untuk Disimpang Djalan. 84 juudl film telah berhasil di tata kameranya. Berbagai penghargaan juga pernah diraihnya, seperti Piala Citra 1974 untuk Cinta Pertama, Piala Citra FFI 1982 untuk film Jangan Ambil Nyawaku, dan Piala Akademi Sinematografi FFI 1978 untuk film Gaun Hitam. salah satu hasil sorot gambar terbaiknya, di film Cinta Pertama (1973).


2. LUKMAN HAKIM NAIN




Sineas yang memang berbakat dalam dunia fotografi ini tak perlu diragukan lagi kapabilitasnya. Memulai karir di tahun 1957, Lukman Hakim nain juga pernah mencicipi bangku sutradara, untuk film Dikejar Dosa (1975). Tapi publik lebih mengenalnya sebagai Penata kamera handal, khususnya untuk film-film karya Wim Umboh. Empat Piala Citra (FFI 1973, 1975, 1976, 1978) dan meaih nominasi (1979, 1980, 1981, 1986) adalah bukti dedikasi dan kualitasnya sebagai penata kamera. Adegan-adegan Badai Pasti Berlalu (1977) yang teringat di benak penonton, adalah hasil karyanya.

3. GEORGE KAMARULLAH





Nama besar sineas asal Ambon ini telah tercatat di sejarah perfilman nasional. Selain tata kamera, George juga pernah menjadi penyunting gambar. Dengan prestasi setengah lusinan piala Citra, tiga kali berjaya untuk penyuntingan Usia 18 (FFI 1981), Di Balik Kelambu (FFI 1983) dan Ponirah Terpidana pada FFI 1984. Kemudian 3 kali pula menang buat sinematografi, Doea Tanda Mata (FFI 1985), Ibunda (FFI 1986) dan Tjoet Nja Dhien pada FFI 1988. Masih diunggulkan dua kali lagi, juga sebagai juru kamera, Selamat Tinggal Jeanette (FFI 1988) dan Taksi pada FFI 1990. Film Teguh Karya Doea Tanda Mata terpilih sebagai film terbaik pada Festival Film Asia Pasifik 1986 di Seoul (Korea Selatan). George Kamarullah juga menerima piala untuk Sinematografi terbaik pada festival internasional itu.

4. TANTRA SURJADI





Tantra Surjadi atau Tan Sin Liam, Tan Sing Liem pertama kali bukan bertindak sebagai penta kamera, melainkan editor. dalam beberapa kali pembuatan film, dia merangkap tugas sebagai asisten juru kamera. Setelah film Intan Kesepian, Tantra lebih dikenal sebagai penata kamera, dari kurun waktu 1977 hingga tahun 1993. Beberapa kali mendapat Piala Citra dan beberapa kali juga mendapat nominasi. Tantra juga mendapat penghargaan kesetiaan profesi dari BP2N tahun 1997. Adegan-adegan berkesan yang berhasil ia sorot, seperti di film Perempuan Dalam Pasungan dan Kembang Kertas.

5. M SOLEH RUSLANI

 

Pertama kali menjadi penata kamera untuk film Percintaan (1973), sudah sekitar 29 judul film yang kameranya ditata oleh M Soleh Ruslani. Penataan kamera yang apik olehnya dapat dilihat antara lain di film Kodrat (1986), yang memberinya Piala Citra untuk Tata Kamera terbaik. Piala Citra kedua diraih tahun 1991 untuk film Cinta Dalam Sepotong Roti, memang pantas untuk menang, karena di film itu kita melihat obyek-obyek yang indah dan suasana damai, tenang, serta romantis dari film debut Garin Nugroho itu.

6. SOETOMO GANDASOEBRATA



Penata Kamera senior Soetomo Gandasoebrata memulai karir tahun 1951, sebagai asisten penata kamera untuk film Si Pintjang. Karirnya yang begitu panjang, menghasilkan prestasi, diantaranya merebut 3 Piala Citra, FFI 1983 untuk film RA Kartini, FFI 1984 untuk film Budak Nafsu, dan FFI 1990 untuk film Langitku Rumahku. Soetomo Gandasoebrata yang juga pernah menjabat Pimpinan FFTV IKJ, meninggal dalam usia 71 tahun, di tahun 1998.

7. LEO FIOOLE



Leo Fioole, sineas lulusan kursus film, foto dan teater di Belanda ini mulai menjadi sineas film, tahun 1955. Pertamanya juru tata suara yang digelutinya, hasilnya cukup memuaskan. Film-film legendari seperti Tiga Dara (1956), Tiga Buronan (1957), Pedjuang (1960) adalah salah satu hasil kerja kerasnya. Leo Fioole yang menggemari dunia fotografi, juga aktif di film dokumenter, dan untuk film cerita bioskop dimulai tahun 1964. Banyak film-film berkelas yang telah ikut ditanganinya, seperti Kabut Sutera Ungu yang memberinya Piala Citra, dan yang unik, Leo Fioole mendapat "Catatan Istimewa" dari FFI 1955 untuk film Debu Revolusi.


LEO FIOOLE
Juru Kamera/Juru Suara (Lho Seumaweh, 16 Mei 1927 ).
Nama lengkap : Leonardus Fioole.
Pendidikan : HBS. (2 tahun), Sekolah Marconist, kursus Elektronik PDK, kursus film, foto & theater di negeri Belanda.
Leo mulai karir filmnya sebagai Juru Suara pada "Bintang Surabaya Film." Kemudian pindah ke N.V. Perfini. Sebelumnya bekerja sebagai juru suara di RRI, Remaco dan Irama. Sebagai Juru Suara telah menghasilkan antara lain
"Tiga Dara" (1956), "Tiga Buronan" (1957), "Pedjuang" (1960). Sementara itu penggemar fotografi yang aktif dan memperdalam penggunaan cine-camera. Karirnya sebagai Juru Kamera dimulai
dari film dokumenter. Sedang untuk film cerita dimulai sejak
tahun 1964 lewat film "K.K. 17," kemudian "Mutiara Hitam"
(1967).
Karya-karya berikutnya antara lain "Mutiara Dalam Lumpur"
(1972), "Ateng Pendekar Aneh" (1977), "Yang Muda Yang Bercin-
ta" (1977) "Primitip" (1978) dan lain-lain.
Mendapat Piala Khusus LPKJ pada FFI 1976 di Bandung untuk
Penataan Gambarnya dalam "Semalam di Malaysia" (1975).
8. HARRY SUSANTO



Salah satu penata kamera yang produktif. 87 film telah ditanganinya, tentu dengan prestasi yang hebat. Dibimbing oleh Liaw Kwan Hin, pemilik Olympiad Film. Tahun 1964 memulai karir sebagai penata kamera, dan setelah itu banyak film-film yang berhasil diambil gamvar-gambar terbaiknya, diantaranya Ramadhan dan Ramona, Matahari Matahari, Langit Kembali Biru, Perawan Desa dan masih banyak lagi. 3 kali masuk unggulan FFI untuk FFI 1986, 1991, dan 1992. Mendapat Festival Film Bandung 1994 untuk Penata Kamera Terpuji, film Meriam Bellina, Asmara (1993).

9. F.E.S TARIGAN 

 

 

Penata Kamera yang lulus dari All Union Institute of Cinematography, di Rusia ini, memulai karirnya di perfilman tahun 1971 dengan menata kamera film Tanah Gersang. FES Tarigan juga mengajar di IKJ dan sempat menjadi anggota komite seleksi FFI, 6 tahunbelajar ilmu fotografinya di Rusia tak sia-sia.  dia meraih Piala Citra untuk Penata Kamera Terbaik untuk film Plong (1991), Penata Kamera Terpuji Festival Film Bandung untuk film Kipas-kipas Cari Angin (1990), dan Piala Akademi Sinematografi untuk Penata Kamera Terbaik kedua pada FFI 1977 untuk film Si Doel Anak Modern.

10.  ADRIAN SUSANTO


Juga dikenal sebagai Habel Adrian Sutanto, Tan Sin Djin, mulai aktif di film tahun 1969, dan pertama kali dipercaya menjadi penata kamera tahun 1973 untuk film Dimadu. Sebenarnya latar belakang pendidikan Adrian adalah ilmu ekonomi dan ilmu tata buku, tapi karena minatnya yang besar di ilmu Sinematografi, maka Adrian Susanto memilih karir sebagai Penata Kamera film, dan pilihannya tak salah, dia menjadi salah satu penata kamera terbaik dengan meraih 4 nominasi FFI, dari 64 judul film telah ditanganinya. Karya terbaiknya salah satu contohnya adalah di film Roro Mendut, mengambil gambar adegan Meriam Bellina sebagai roro mendut yang merokok, begitu berkesan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar