1. TAUHID (Asrul Sani, 1964)
Asrul Sani konsisten dengan cerita yang ia tulis. Tema ceritanya memang tentang ibadah Haji di tanah suci Mekkah, dan Asrul Sani mengambil latar benar-benar di Mekkah untuk film ini, bukan hal yang mudah untuk menggarap film ini, karena disamping memerlukan biaya yang cukup besar, juga hal-hal lain seperti perizinan yang tentunya menjadi syarat utama pengambilan gambar.
2. SECAWAN ANGGUR KEBIMBANGAN (Wim Umboh, 1986)
Wim Umboh memang dikenal sebagai sutradara yang kerap mengambil setting luar negeri pada film-filmnya. Salah satunya, film berjudul puitis ini. Kali ini di Paris, Prancis, sebagai latar pengambilan gambar. selain setting yang memang indah, didukung pula dengan akting dan chemistry yang kompak antar para pemain, Zoraya Perucha, Ray Sahetapy, Paramitha Rusady dan aktor impor Didier Hammel. Secawan Anggur Kebimbangan menjadi salah satu film yang paling romantis lengkap dengan bumbu-bumbu benturan budaya Prancis dan Indonesia sebagai inti ceritanya. Untuk FFI 1987, film ini meraih beberapa nominasi, diantaranya pemeran utama wanita untuk Zoraya Perucha. Penyuntingan terbaik juga diraih oleh Emile Callebaut, yang ditulis di beberapa sumber, bahwa orang itu adalah Wim Umboh sendiri dengan nama samarannya.
3. ARINI, MASIH ADA KERETA YANG AKAN LEWAT (Sophan Sophiaan, 1987)
Selain karena ceritanya bagus dan akting para pemain yang prima, hal lain yang menjadi faktor film ini sukses secara kualitas dan komersial, karena pengambilan gambar di luar negeri, tepatnya di Amerika Serikat, padahal kalau di novelnya, harusnya settingnya di Jerman. Harus diakui, film yang berani mengambil setting di luar negeri, harus siap pula dengan penataan kamera yang bagus mengambil setiap sudut yang indah di negeri itu, dan tentunya skenario yang canggih. Dan, Arini karya Alm. Sophan Sophiaan, termasuk film yang lulus untuk kriteria tersebut. Buktinya sukses menjadi unggulan film terbaik FFI 1987.
4. KETIKA MUSIM SEMI TIBA (Bobby Sandy, 1986)
Mengambil setting di Italia, padahal seharusnya settingnya di Jepang. Mungkin karena banyak pertimbangan dari pihak produser, tapi hal itu tidak mengurangi esensi film yang cukup populer ini. Selain itu, Magnet yang begitu besar juga dari para pemian yang sedang meroket kala itu, Meriam Bellina, Paramitha Rusady, dan Rico Tampatty. Suasana kota Roma juga ditampilkan, namun kurang begitu menyuguhkan keindahan kota Roma, karena lebih banyak menyorot ruangan dalam, suasana diskotik, rumah makan, dan sembarang tempat.
5. CATATAN SI BOY 3 (Nasri Cheppy, 1989)
Sekuel ke 3, Boy dikirim orangtuanya untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Disana Boy, bertemu dengan Sheila, gadis peranakan Padang-Filipina, dan pacar Boy, Vera serta Emon, mengunjungi Boy ke Amerika. Vera cemburu dengan kedekatan Boy dengan Sheila. Konflik juga datang dari Jeffry, bekas pacar Vera, yang sekarang tinggal di Amerika dan juga memiliki hubungan dengan Sheila, yang kerap disakitinya. Cukup dapat membawa atmosfer suasana Amrik ke latar bioskop, diantaranya disorot Boy berjalan-jalan dengan Vera, Sheila dan Emon di Hollywood Walk of Fame, Hollywood.
6. SESAL (Sophan Sophiaan, 1994)
Karya terakhir Sophan Sophiaan sebagai seorang sutradara.Film ini di ilhami oleh tulisan karya Ramadhan KH, sebuah tulisan dengan
judul yang sama yang dimuat di Majalah Matra. Bersetting di Jerman dan Rotterdam, sebagai pendukung cerita. Kritik sosial Sophan Sophiaan terhadap negeri ini, dituangkan juga dalam film Sesal, kali ini menyangkut maskapai Garuda Indonesia.
Muthia (Widyawati) seorang konsul yang bekerja pada kedutaan
Indonesia di Jerman, adalah seorang PNS Departemen Luar Negeri yang di
tugaskan di Jerman. Kesibukannya yang luar biasa tidak melupakan akan
tugas sebagai seorang istri. Muthia istri dari Affan (Sophan Sophian)
seorang penulis yang selalu sibuk dengan pikiran pribadinya tanpa mau
mengerti dan peduli perasaan Muthia sebagai istri. Namun Muthia selalu
mengalah menghadapinya sejak pertama menikah. Affan selalu ingin di
mengerti tanpa mau mengerti terhadap istrinya. Pada usia pernihakahan
yang ke 22 Muthia telah di karuniai dua orang anak, Ganang (Teuku Ryan)
dan Gadis (Marina A Husain). Muthia mengidap kanker yang terus
menggerogotinya, namun selalu tegar menghadapinya.
Sementara itu Affan selalu marah-marah dan sikapnya yang emosi selalu
membuat Muthia sedih. Sebagai seorang penulis, Affan selalu mencari
ilham untuk menulis dengan berbagai cara. Kadang-kadang dalam membuat
tulisan, apa yang ada di kamar kerjanya termasuk buku-buku di buat
berantakan oleh Affan. Hingga suatu ketika Muthia membereskan buku-buku
yang berserakan dilantai ketika Affan sedang menulis. Namun sayang,
bukannya terima kasih yang diterima oleh Muthia namun malah kemarahan
yang besar dari Affan. Muthia dianggap tidak bisa mengerti dirinya walau
usia pernikahannya sudah menginjak usia yang ke 22 tahun. Hal ini
membuatnya sedih. Melihat Ayah dan Ibunya bertengkar, Gadis memilih
untuk pergi menenangkan diri, sementara Ganang lebih memilih untuk
menguatkan hati Ibunya. Sejak kecil Ganang dan Gadis sudah terbiasa akan pemandangan dari kedua orangtuanya yang selalu marah. Meski sudah di peringatkan oleh Pak Dubes (Ami Priyono) untuk
beristirahat atas saran Dokter yang menangani Muthia, namun, Muthia
selalu mengerjakan tugas-tugasnya termasuk menghadiri kongres KTT yang
ditugaskan oleh menteri urusan peranan wanita. Hari demi hari, kanker yang di idap oleh Muthia semakin meluas, namun
perhatian dari Affan begitu kurang, ia sibuk dengan tulis menulisnya.
Ujung-ujungnya ketika tulisan Affan akan di publish di sebuah penerbit
di Jakarta atas usaha Muthia, Affan justru tersinggung. Ia marah pada
Muthia karena dianggap turut campur. Muthia pun hanya bisa bersedih.
Sementara itu, sikap Affan belum juga berubah walau penyakit Muthia
makin meluas. Bahkan payudaranya pun diangkat karena penyakitnya, Muthia
memiliki jiwa yang tegar berkat anak-anaknya, Ganang dan Gadis juga
tugas-tugas diplomatic yang diembannya. Menjadi seorang suami yang istrinya bekerja sebagai diplomat tidak
membuat Affan bangga, namun sebaliknya ia merasa makin rendah
diri,sehingga bawaannya marah-marah terus. Akibat ketersinggungannya pun
akhirnya Affan pulang ke Jakarta tanpa memberitahu istrinya. Dalam
kondisi sakit, Muthia pergi mengunjungi rekannya, Frans Tumbuan dan
istrinya Rima Melati di Rotterdam. Ia menceritakan penyakitnya pada
Rima. Rima yang pernah merasakan hal yang sama, sembuh dari Kanker
akhirnya berbagi pengalaman kalau ia bisa kuat karena dorongan dari
seluruh keluarga. Sementara Frans yang merasa bertanggung jawab akan
nasib Muthia, akhirnya menelpon ke Jakarta untuk mencari keberadaan
Affan untuk menyusul istrinya yang sedang berada di Rotterdam tempatnya. Akhirnya berkat Frans, Affan mau pulang kembali menyusul istrinya
yang berada di Rotterdam. Meski sikapnya belum berubah sepenuhnya yang
egois, namun akhirnya Affan mau mengubah sikapnya lebih manis terhadap
istrinya. Diakhir Kisah, akhirnya Muthia meninggal ketika sedang dirawat
di rumah sakit, sementara Affan hanya menyesali diri, penyesalan yang
sudah terlambat, karena kini ia hanya bisa mengenang kebaikan Istrinya
ketika ia telah tiada.
7. BUNGA BANGSA (Sophan Sophiaan, 1982)
Berkisah tentang seorang anak yang hilang dari keluarga kandungnya, dan diadopsi oleh sebuah keluarga asing di negeri Belanda. Pengambilan gambar film ini juga dilakukan di Belanda. Dengan berbagai masalah dan kejadian, keluarga kandung anak ini meminta sang anak dari keluarga yang mengadopsinya. Walau berat, namun akhirnya anak ini dikembalikan kepada keluarga kandungnya. Sophan Sophiaan tetap menyelipkan semangat nasionalismenya di film ini, terlihat dari judulnya yang terkesan patriotik. Lolos seleksi FFI 1983.
8. JODOH BOLEH DIATUR (Ami Prijono, 1988)
Kisah kocak Dono, Kasino, Indro yang mencari jodoh lewat biro jodoh. Calon pasangan Dono, Rita (Radja Emma) menghilang dari suaminya dan menitipkan bayinya kepada Dono. Dono yang terlanjur menerima titipan bayi Rita, bersama Kasino dan Indro pergi menyusul Rita ke Malaysia. Merupakan film kerjasama dengan Malaysia dan Radja Emma adalah aktris Malaysia yang juga tampil di beberapa film Indonesia. Cukup laris di pasaran, dan ceritanya cukup bagus, bukan hanya semata komedi, tapi juga berpesan tentang sebuah kasih sayang dan cinta sejati, yang tentunya dibalut dengan humor.
9. YANG TERCINTA (MT. Risyaf, 1991)
Karya Marissa Haque sebagai produser, menghasilkan film yang cukup baik kualitasnya. Ceritanya memang agak rumit, Hubungan Barli (Ikang Fawzy) dan Bunga (Marissa Haque) yang dibumbui banyak kompleksitas orang-orang di sekitar mereka, dari calon suami Bunga, Denny (Dolly Marten) dan ayahnya, Umar Abdullah (Sophan Sophiaan). Dan ketahuan, sebenarnya, Bunga adalah anak kandung Umar dari seorang perempuan Belanda (Minati Atmanegara). Memang, film ini banyak menampilkan latar di Belanda, dan juga di akhir cerita, Barli dikisahkan juga meliput perang di Yugoslavia. Akting Sophan Sophiaan yang bagus, diganjar nominasi FFI 1991 untuk pemeran pembantu pria.
10. IRISAN IRISAN HATI (Djun Saptohadi, 1988)
Merupakan film patungan Indonesia dengan negeri jiran, Malaysia. Lokasi pembuatan memang lebih banyak di Malaysia (60%). Drama percintaan berlatar peristiwa "ganyang Malaysia" (di masa Presiden Soekarno) itu dibintangi pemain sekaliber Deddy Mizwar dan Christine Hakim. Lolos seleksi FFI 1988.
11. DIA BUKAN BAYIKU (Hasmanan, 1988)
Kerjasama dengan Malaysia, dan digarap di Malaysia di tahun 1988. Berkisah tentang suami istri yang dimainkan Rano Karno dan Marissa Haque yang ternyata anaknya tertukar ketika melahirkan di rumah sakit. Si bayi ini harus dioperasi, tapi pihak rumah sakit mengharapkan persetujuan dari orang yang diduga orangtua aslinya.
12. PERKAWINAN (Wim Umboh, 1972)
Perbedaan kultur budaya menjadi inti cerita sebagian besar film yang mengambil settingnya di luar negeri. Dan pasangan yang menjalin hubungan dengan perbedaan kultur itu seringkali ditentang oleh keluarga dari pihak pribuminya. Kali ini, alasan pertentangan itu adalah "Orang kulit putih itu tidak bisa memberi banyak cucu", sebuah alasan yang cukup unik, yang ingin diangkat oleh Wim Umboh, dalam filmnya, Perkawinan. Dengan menampilkan kambli pasangan serasi Sophaan Sophiaan (Suparto) dan Widyawati (Ingrid). Ingrid dikisahkan seorang peranakan Muangthai-Jerman. Perkawinan adalah sebuah drama romansa yang sederhana namun kesannya dalam dan mengharukan. Dengan perkawinan antara Suparto dan Inggrid, penonton dibawa bertamasya ke hampir seluruh penjuru Eropa melalui mata kedua pasangan pengantin baru ini. Hal yang menarik dari film ini, tentunya adega-adegan yang dibuat di Eropa, karena juga film ini adalah film Indonesia pertama yang berlokasi di Eropa, dan ini merupakan suatu pencapaian yang cukup menggembirakan bagi perfilman nasional. Dibuat dengan rapi oleh Wim Umboh, dan penataan gambar yang bagus dari Lukman hakim Nain, dan tentunya permainan akting yang bagus, terutama dari Widyawati, dan Koesno Soedjarwadi sebagai ayah Suparto. Tak heran film ini sukses memborong 8 Piala Citra FFI 1973, termasuk film dan sutradara terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar